Halaman

Kamis, 28 Februari 2013

MENGUNJUNGI NEGERI AL-MAGHRIBI


Setelah menempuh perjalanan jauh dari Bandara Cengkareng Jakarta Indonesia, kami transit melalui Bandara Internasional Dubai, kurang lebih 21 jam total perjalanan dari CGK-DBX dan DBX-CMN, kami transit di DBX selama 3jam, DBX adalah home base dari maskapai Emirates, pesawat Airbus A330 “Emirates” yang kami tumpangi mendarat siang hari di Bandara Mohammed - V Cassablanca – Marocco. Karena acara registrasi yang sudah mau tutup sore harinya, kami segera cari alamat tempat kami kursus tentang "Aerodrome Certification", setelah pemeriksaan imigrasi dan custom di bandara yang begitu cepat dan ringkas, kami langsung menuju train station yang berada dalam areal terminal CMN lalu langsung naik kereta ke pusat kota Cassablanca, ternyata setelah kami sampai hanya berkeliling kota beberapa jam kami balik lagi ke airport karena ternyata kami akan ditempatkan di Hotel Atlas Airport.

Foto-1 ; Tampak depan "Atlas Aeroport Hotel"

Di Indonesia Negara ini dikenal dengan nama Maroko, namun nama aslinya dalam tulisan arab yang berbunyi sebagai “ Al-Maghribi”. Pemegang passport Republik Indonesia yang masuk ke Negara ini dibebaskan dari pemeriksaan visa (tidak menggunakan Visa Entry), dikarenakan Negara ini adalah termasuk Negara sahabat Indonesia yang sangat erat sejak jaman Presiden Soekarno. Bangsa Maroko adalah termasuk bangsa Arab oleh karena itu agama mereka mayoritas beragama Islam, namun kondisi social dan tradisi mereka termasuk model pakaiannya lebih moderat (tidak sama dengan bangsa arab lainnya yang ketat dengan cadar, karena itu cara berpakaian anak muda Maroko lebih dipengaruhi oleh gaya Perancis, hubungan kedua Negara (Maroko dan Perancis) sangat dekat oleh karena itu bahasa Arab dan Bahasa Perancis menjadi bahasa resmi di Maroko, bahkan banyak wanita mereka menikah dengan orang Prancis, oleh karena itu turis yang hanya mengandalkan bahasa Inggeris dipastikan banyak menemui kesulitan dalam berkomunikasi.

Foto-2 : Tampak depan Bandara Mohammed - V


Bandara Mohammed Hasan V Cassablanca, tidak terlalu besar tapi cukup ramai, namun yang saya perhatikan adalah lahan untuk pengembangan bandaranya sangat luas, karena setelah kami lama keluar dari terminal bandara (menggunakan taxi) baru kami lihat perumahan umum yang modelnya tidak berbeda dengan negara-negara arab lainnya (rumah yang berjendela kecil berbentuk kotak yang bertingkat 3 atau 4 dengan pola yang sangat padat),  Terminal bandara antara Domestik dan Internasional hampir bersambung dan tidak terpisah jauh, namun Terminal khusus untuk keluarga raja dan VIP terpisah cukup jauh dan bermodel Istana yang berada di tengah-tengah dengan akses jalan yang khusus. Kami sempat mencoba naik taxi gelap tanpa argometer, system tariff tawar menawar, kami naik saja setelah kami rasa tidak terlalu mahal, biar mahal juga masih pantas karena mereka menggunakan taxi Mercedes Benz yang sedikit berdebu. Sebagian US Dollar yang kami bawa sudah ditukarkan dengan Dirham, biar kami lebih mudah berbelanja.

Foto-3: Lahan Bandara Mohammed-V

Nampaknya semua instansi yang terkait dengan penerbangan berada dalam satu komplek dengan bandara, karena lahan bandaranya yang sangat besar, oleh karena itu tempat kursus yang kami ikuti juga berada tidak jauh dari bandara karena yang mengadakan kursus adalah ACI (Airport Council International) bekerja sama dengan pengelola Bandara-bandara di Marocco yang bernama ONDA (Office National des Aeroports) seperti PT. Angkasa Pura di Indonesia, begitu pula saat kami mengikuti kunjungan ke sekolah tinggi aviasi nasional Maroko (Civil Aviation Academy of Marocco) semacam komplek Curug-nya Maroko, sekolah ini juga berada dalam komplek yang tidak jauh dari Bandara Mohammed Hasan V, akhirnya kami pun menginap di Hotel Atlas Airport yang berada dalam areal yang juga dekat dengan bandara, namun sesekali kami main ke pusat kota Cassablanca yang cukup jauh dari Bandara Mohammad Hasan V, tapi tentu saja tidak menggunalan taxi yang cukup mahal buat kantong orang Indonesia, kami lebih memilih menggunakan “train yang bolak-balik antara bandara dengan “cassa de voyageurs” yang berada di pusat kota Cassablanca”.

Foto-4 : Cirikhas wajah wanita Maroko

Dari stasiun kereta tengah kota itu sudah dekat semua, kita bisa memilih taxi kecil yang kebanyakan mobil buatan Prancis yang mereknya “Renault” atau “Citroen” model city car seperti Toyota Yaris , dari situ kita bisa pilih tujuan untuk berbelanja di pasar-pasar turis Cassablanca atau ke Masjid Besar Mohammed Hasan II yang berada di pinggiran pantai kota Cassablanca. Yang perlu diketahui dari taxi city car itu ialah: jangan kaget jika ada penumpang lain yang ikut naik karena taxi itu model angkutan umum, isinya hanya 4 seat termasuk seat disamping sopir, kita tinggal nyebutin tujuan kita si sopir akan atur jalan mana yang dilalui, tentu saja si sopir akan memilih menurunkan penumpang yang tujuannya lebih dekat, oleh karena itu jangan kaget kalau anda penumpang yang bertujuan jauh pasti akan berputar dan bisa melalui satu jalan yang sama bisa berkali-kali dilalui.

Foto-5 Taxi angkutan umum khas Maroko


Sebagai orang Indonesia yang berwisata dinegara yang makanannya tidak sehari-hari makan nasi, disarankan untuk tidak cari nasi setiap hari, karena memang susah nyari warung dan restaurant kecil yang menyajikan nasi seperti di Indonesia, cukup nikmati kebab turki, atau stik daging yang memang lebih lezat, atau pilih roti yang tidak keras dan nyaman masuk di kerongkongan, nanti kalau cukup seminggu baru sesekali cari nasi di restauran-restauran yang besar, biar saja membayar sedikit lebih mahal tapi selera Indonesia kita terpenuhi.


Warga Maroko juga sangat ramah, kita bisa menegur siapa saja asalkan sopan dan memperkenalkan diri, tapi jarang sekali orang Maroko mengenal Indonesia, mereka lebih mengenal “Bali” yang katanya bertanya balik “Is it near Bali ?”, Wanita Maroko mayoritas berparas cantik dan berkulit putih, sepertinya mereka mayoritas campuran darah Arab dan Perancis, sebagian besar mereka berpakaian panjang model wanita Islam Moderen, tapi ada juga yang berpakaian terbuka seperti orang perancis tapi yang jelas mereka ramah dan mau diajak bicara, tapi kesulitannya adalah mereka lebih banyak berbahasa arab atau perancis, sangat jarang orang Maroko yang bisa berbahasa Inggeris, kecuali mereka terlihat  seperti orang sekolahan atau bekerja di airlines baik sebagai pramugari atau staf airlines, seperti yang sempat saya kenal  karena kebetulan satu row dalam kereta, ternyata dia bekerja di Yaman Air sebagai stewardess, dia sedang mau pulang kampungnya ke Marrakesh dalam rangka vacation, dia senang berkenalan karena dia merasa sama-sama bekerja di dunia penerbangan.

Foto-6: Menara Masjid Mohammed Hassan - II yang bisa terlihat dari kejauhan
Kota-kota yang perlu dikunjungi di Maroko adalah Cassablanca, Marrakesh, Rabat, Fez, Agadir di bagian Selatan dan Tangir di pantai paling Utara berbatasan Spain (Spanyol). Tatanan kota Cassablanca ini terlihat sebagai kota modern di Maroko, kita bisa mendapatkan tempat-tempat hiburan malam seperti pub, restoran besar yang menyiapkan “live music” atau cafĂ© yang terbuka sampai jam 3 pagi, tapi pusat pemerintahan Maroko berada di Kota Rabat, oleh karena itu hampir semua kantor Embassy Negara sahabat Maroko berada di Rabat termasuk kantor kedutaan Indonesia, kota kedua yang teramai adalah Marrakesh, tapi banyak lagi kota-kota wisata yang patut di kunjungi asalkan waktu kunjungan cukup banyak, karena letak antar kota-kota itu cukup jauh satu sama lain.

Foto-7. Pasar Turis di kota Marrakesh


Kalau kita perhatikan acara-acara di televisi nasional Maroko, mereka lebih banyak menampilkan nuansa Islam, setiap malam pasti ada pengajian atau tadarrus yang waktu tayangnya cukup lama, suara azan yang berkumandang setiap waktu sholat, hanya sedikit acara-acara yang terlihat acara music modern atau adegan-adegan modern terbuka, tapi sesekali terlihat tarian perut ala arab, musik-musik pengantar tentu saja banyak warna music arab yang didominasi gambus, rebana, dan sangat kental alunan music arabnya.  

Kondisi social ekonomi juga banyak mirip Negara berkembang, karena banyak juga pengemis dijalan-jalan dan pasar turis, walau mereka berpakaian bersih dan rapi, karena cuaca juga terkadang sangat dingin. Makanan yang paling sering kita temui adalah stik dengan daging yang bervariasi, bisa sapi, lembu, kambing, onta , biri-biri, kalkun, ayam atau daging ikan segar. Tapi yang jelas cukup enjoy berada dinegeri al-maghribi dengan segala cirri khasnya.

Bahar Ilyas
Peserta Kursus
Aerodrome Certificate
Di Cassablanca - Marocco

Selasa, 05 Februari 2013

Terbang melintasi "Batas Pertanggalan Internasional"

Setelah hampir sebulan melancong di negara Paman Sam (Uncle Sam) atau United States, negara besar yang saat ini dipimpin oleh Presiden Barrack Obama, sebenarnya banyak hal yang perlu saya tulis untuk kita pelajari bersama soal kemajuan kultur bangsa itu. Tapi untuk episode kali ini, saya tertarik mendahulukan soal pengalaman terbang melintasi "Batas per-tanggalan Internasional" atau yang dikenal dengan IDL (International Date Line), karena takut catatan kecil saya terhapus oleh data yang ada dalam tablet saya.
Saya berangkat dari Bandara LAX (Los Angeles) sekitar jam 12:30 waktu LA pada hari Senin tanggal 4 Desember 2012. Saya berada dalam penerbangan NH005 terbang menuju Narita -Tokyo, penerbangan ini  terlambat 35 menit lebih dari time schedule yang semestinya jam 11:55, keterlambatan ini sepertinya disebabkan karena ramainya bandara LAX. Pesawat Boeing B-777-300 milik ANA (All Nippon Airways) yang saya naiki berada di Terminal B yang begitu padat dan sempit, membuat kita push back sangat jauh sebelum memulai taxi menuju runway in-used untuk take-off.
Setelah kita taxi cukup jauh dan akhirnya pesawat kami bisa lolos dari keramaian antrian untuk terbang, setelah take-off pesawat kami terbang menuju kearah utara kira-kira heading 330 derajat menyusuri pantai barat Amerika Serikat, sepertinya memang karena demi safety penerbangan ini harus menyusur pantai benua Amerika dan pulau-pulau di utara (tidak mengarah langsung ke Tokyo yang semestinya ke arah South West). Karena itu kami bisa melihat kota-kota bagian pantai barat dari ketinggian karena cuaca sangat clear. Seperti kota San Fransisco dan beberapa Runway bandara yang cukup jelas terlihat dari kejauhan.

Setelah terbang beberapa jam, pesawat merubah arah  terbang ke arah barat lalu sedikit membelok ke South West, untuk menuju Tokyo. Saya duduk di seat sebelah kanan di bagian jendela, karena itu saya bisa lihat beberapa pulau besar di laut Pacific. Setelah kami terbang selama 06 jam 15 menit dari Departute Point, pesawat kami tepat melintasi garis meridian IDL, saya langsung amati layar monitor depan seat saya yang menunjukkan Longitude 179.52.00 W atau sama dengan 179.28.00 E pada Latitude 56.10.00 N, jadi bukan tepat pada 180 derajat. Cuaca diluar sangat terang dan tidak pernah gelap tapi tanggal berubah dari tanggal 4 Desember (Hari Senin) menjadi tanggal 5 Desember 2012 (Hari Selasa), padahal waktu local di daerah itu menurut monitor ini menunjukkan jam 16.45 (04:45PM).

Sebenarnya dari posisi tersebut, kami masih harus menempuh 04 jam 50 menit lagi baru sampai ke Narita - Tokyo, karena kita harus terbang selama 11 jam 15 menit baru sampai ke Narita. Yang paling menarik dalam penerbangan ini menurut saya adalah kami tidak pernah menemui malam (gelap) karena pesawat kami mengikuti kurva waktu terang (siang hari), setiap satu titik tempat yang kami tinggalkan menurut jarak terbang di peta monitor, satu jam kemudian tempat itu baru akan gelap, jadi seakan-akan pesawat kami terbang lebih cepat dari kecepatan matahari yang menyinari daratan bumi. Sejenak saya catat bahwa kami terbang dengan True Airspeed 901 Km/jam dengan didorong Tail Wind 64 Km/jam, jadi Ground Speed kami menjadi 965 Km/jam, padahal kita harus menempuh jarak sejauh 8900 Km dari LAX untuk mencapai Narita - Tokyo (Jepang).


Benar juga, kami mendarat di Narita pada jam 17.55 Local Time (sore hari Waktu Tokyo), satu jam kemudian baru mulai gelap (sun set), inilah yang terjadi mengapa penerbangan ini tidak menemui malam hari sampai mendarat di Narita. Sebenarnya penerbangan kami sudah sangat terlambat dari jadwal connecting flight kami untuk ke Singapore (terlambat hampir dua jam, mestinya menggunakan NH901 dengan jadwal 17:10 yang menggunakan pesawat A300-200 ANA), karena itu saya tergesa-gesa keluar karena takut ketinggalan pesawat. Begitu kami keluar dari garbarata terminal 1 dengan suasana yang sangat padat, benar juga nama saya beserta isteri sudah tertulis di counter ANA (connecting flight desk), kami mendapatkan pelayanan yang sangat ramah dan seorang gadis manis Jepang berpakaian seragam ANA mengantar kami ke tempat lounge ruang tunggu sambil memberitahu kami bahwa kami berdua sudah telat dan kami akan ditransfer ke pesawat Singapore Airlines. Kami memang cukup lama menunggu di Narita, tapi kami tidak kesal karena kami yakin aman dan tak perlu buru-buru lagi, kebetulan kami juga senang sekali karena pesawat yang kami naiki berikutnya adalah jenis pesawat baru yang lebih besar, pesawat ini adalah jenis Airbus A380- 600. Hanya karena kebiasaan kekhawatiran kami terbang domestik di Indonesia maka saya terpaksa menanyakan ke staf ANA apakah juga secara otomatis berpindah ke Singapore Airlines ? Karena saya gak yakin, maka saya tetap mencoba bertanya untuk memastikan kalau bagasi saya yang naik dari LAX itu akan mengikuti kami. Setelah saya lapor ke staf Singapore Airlines di Narita sebelum kami boarding, dia hanya meminta nomor label bagasi saya, dan hanya beberapa detik saja dia mengetik nomor itu kedalam systemnya lalu kemudian dia menyampaikan bahwa koper kami empat koli koper besar sudah masuk ke perut pesawat Airbus A380 itu dan anda juga gak perlu khawatir besok pagi naik pesawat Garuda Indonesia ke Cengkareng Jakarta dari Changi Singapore pasti barang itu otomatis diantar ke pesawat Garuda GA-823 yang anda naiki besok. Ummmhh .... kata saya ya : Oooh yaa thank you.

Minggu, 19 Februari 2012

MENJELAJAHI TRANS SULAWESI (1)

*Dari Manado ke Makassar via Jalur: Poso - Palopo - Tana Toraja - Pare-pare - Makassar

                Setelah selesai menjalankan cuti selama 2 minggu di kota Manado, kami mencoba memilih pulang ke Makassar melalui jalan darat, kebetulan ada mobil Suzuki APV kami tahun 2006 yang berwarna biru berada di Manado yang harus saya bawah pulang ke Makassar. Kami bertiga dalam mobil yaitu saya (Bahar Ilyas), isteri saya (A.Peggy Laneke) dan anak saya (Brigyta M.Ramadhany) yang saat itu berumur 1 tahun 5 bulan (masih tergolong bayi). Sebelum berangkat dari Manado saya persiapkan peta Sulawesi skala 1 : 200.000 yang bisa terpampang jelas jalur jalan trans Sulawesi, lengkap dengan nama kecamatan dan nama-nama desa. Juga tak lupa saya siapkan sebuah alat bantu yaitu "kompas" kecil (penunjuk arah) yang sederhana  yang bisa membantu menuntun saya ke arah Selatan karena kami berangkat dari Sulawesi-Utara ke arah Sulawesi Selatan.

Foto-1: Indahnya pantai Manado dengan latar belakang Gn. Manado Tua

                Karena kondisi dan acara pamitan ke keluarga dan teman-teman yang kami kunjungi satu-persatu membuat keberangkatan kami dari kota Manado menjadi larut malam karena harus mengikuti acara makan malam dan mengantar keluarga satu persatu ke rumahnya, akhirnya kami baru bisa start dari Manado sekitar jam 12 tengah malam, dengan keyakinan dan tanggung jawab saya ke keluarga maka saya tetap jalan dan dengan modal mengucapkan "Bismillahirrahmanirrahim" saya tetap jalan malam itu, sebelum lepas dari perbatasan kota Manado kami disambut dengan hujan deras (continues heavy rain) dengan jarak pandang (visibility) yang sangat pendek sehingga jalan mobil kami sangat lambat, hanya berkisar 20-40 Km perjam karena kebetulan jalannya juga naik turun dan ber-kelok-kelok serta banyak jurang di kiri-kanan. Sekitar jam 4 subuh saya sudah mulai ngantuk dan terpaksa singgah di Polres Amurang untuk istirahat sejenak. Alhamdulillah.... tidur kami di mobil itu pulas dan nyaman dan baru terasa setelah sinar matahari mengenai mata saya sekitar jam 6, kami tidur tetap pake AC karena diluar masih juga hujan deras.

Foto-2 : Suasana jalan dipinggiran sepanjang pantai

                 Setelah kami menyerup kopi yang dibuat di mobil, saya jalan lagi, kali ini agak lebih cepat (80-90 Km/jam) karena masih pagi, segar dan cuaca juga sudah terang. Satu persatu kota-kota indah nan bersih kami lalui....Kotamobagu ....Gorontalo ... dan malamnya kami sudah sudah sampai di Marissa (perbatasan wilayah  Gorontalo), terasa sangat capek dan kali ini kami sekeluarga mau mencicipi makanan dan durian yang terlihat banyak di Marissa, setelah makan saya ngantuk dan memilih untuk tidur dan parkir di areal pompa bensin sekalian ngisi bahan bakar, sebelum tidur saya juga tak lupa nanya-nanya tentang gambaran jalanan didepan, terutama soal pombensin dan keadaan kampung-kampung. Karena jawaban dari masyarakat sekitar situ membuat saya tidak nekat jalan malam, saya memilih tidur pulas dan istirahat, namun waktu tidur sekitar 3 jam membuat saya merasa terlalu lama tidur. Saya coba liat peta dan membandingkan informasi yang saya peroleh, akhirnya saya tentukan tetap berangkat, saat itu sekitar jam 12.00 malam, dalam peta terlihat banyak pegunungan yang saya harus lalui, jalan berkelok dan turun naik, nasihat orang di pombensin yang saya terima adalah hati-hati saja dan kalau ada orang yang menyetop atau memburu gak usah diperdulikan.

Foto-3: Terkadang kami mendapatkan jalan sempit yang belum selesai di aspal

            Anak saya masih tidur pulas, saya dan isteri siap jalan, setelah lepas tengah malam, setelah menikmati secangkir "coffee mate", saya start lagi. Kami rasakan jalan sangat sepih, dan tak satu pun kendaraan yang berpapasan, yang kami temui hanyalah hutan lebat, gelap gulita kiri-kanan. Setelah puncak-ke puncak kami lalui dengan hati-hati walaupun sedikit cepat karena jalan cukup bagus, namun sekitar jam 3 - 4 baru kami  temui kampung sepih yang tidak ada lampu listrik, hanya terlihat lampu strongking di satu-satu rumah, tiba-tiba saya lihat di kaca spion ada motor mendekat, saya sedikit tancap gas walaupun jalannya agak jelek banyak berlobang, motor itu itupun tancap gas, ada apa gerangan? saya tetap tancap gas selama sekitar satu jam .... sampai motor itu sudah tidak kelihatan lagi. Saya mulai santai dan agak pelan dan tetap berdoa .... "ya Allah selamatkan kami dalam perjalanan ini" .... kami tetap jalan sampai matahari terbit. Di pagi hari kami tetap jalan pelan sambil kami mulai nikmati jalan-jalan di kampung, kami perhatikan desa-desa dan anak-anak sekolah yang berjalan kaki ber-ramai-ramai tapi tidak terlihat ada sekolah-sekolah, mungkin mereka harus jalan kaki antar kampung.

Foto-4: Suasana kampung yang dilalui terasa damai

         Setelah kami mencapai kota kecamatan yang agak ramai, yang kami cari adalah pompbensin karena "Fuel Indicator" kami sudah mendekati "Empty", kami sedikit was-was karena sampai jam 7 lewat belum ada pompbensin, kami urut-urut dari satu kota ke kota kecamatan masih belum juga menemukan pomben, kami tetap jalan walaupun pelan karena sudah mulai ngantuk dan capek, kami tetap jalan dan mengaharap agar segera bisa istirahat, benar juga sebelum keluar kota kecamatan kami mengikuti beberapa truk yang sudah antri di pomben, sekitar setengah jam kami antri akhirnya dapat juga, kami isi full .... lalu kemudian jalan. Sekitar jam 9 pagi kami mampir di suatu pantai indah yang berpasir putih .... kami mandi dan beristirahat  sejenak...abis itu ... buat kopi dan ngeluarkan roti dan slei kacang yang kami bawa .... sebelum jalan kami sempat tidur sekitar satu jam. Setelah menempuh hampir seribu kilometer baru kami mulai melihat petunjuk jalan yang bercabang, ke arah kanan Palu Sulteng, ke arah kiri Makassar lewat Poso. Kami memilih arah Poso tetapi kami mulai berhitung agar memasuki kota poso sebelum sore atau malam karena informasi yang kami terima bahwa Poso belum seratus persen aman saat itu.

Foto-5 Peta yang menuntun kami dari Poso - Wotu - Masamba yang akhirnya sampai di Palopo

           Alhamdulillah ....kami masuk kota Poso yang indah itu sekitar jam 14.00 siang, kami mulai mencari warung-warung. Yang kami temukan di kota Poso banyak juga warung-warung Jawa, masakan Padang atau coto Makassar, akhirnya kami memilih coto makassar yang pake ketupat, sambil istirahat sejenak, kami mencuci muka dan badan, sambil bertanya-tanya informasi tentang jalanan menuju Palopo. Yang paling penting dari target kami adalah harus bisa keluar dari wilayah konflik sebelum matahari tenggelam, benar juga di jalan kami temui banyak pos-pos Polmas (polisi masyarakat), dibeberapa desa/kampung masih terlihat juga bekas-bekas gereja yang terbakar, begitu juga beberapa mushallah. Kami memang tak bisa ber-lama-lama di kota Poso, karena itu kami buru waktu. Dengan persiapan yang matang (fuel dan tenaga) kami segera jalan dan meninggalkan kota Poso, istri saya membaca peta dan melihat banyak pegunungan yang kami harus lintasi didepan, benner juga sampai hari menjelang gelap kami belum menemukan kampung-kampung. Kami hanya melalui hutan lebat, jalan sempit dan beberapa pinggiran gunung yang runtuh dan longsor, kami juga diguyur hujan lebat sepanjang malam. Dan yang paling menakutkan adalah kilat dan guntur yang sangat hebat, sesekali kami melihat ular melintas dijalan, kami tetap jalan walau pelan, pada malam hari kami jarang berpapasan dengan kendaraan, hanya sesekali berpapasan dengan truk, itupun harus pelan atau minggir dan berhenti agar kita bisa berpapasan di jalan sempit.

Foto-6 : Suasana jalan yang berlumpur membuat kami jalan sangat pelan

         Sekitar jam 8 malam saya perhatikan fuel indikator sudah mulai berkurang banyak, tersisa sekitar seperempat, posisi kami masih dalam keadaan hujan deras dan berada dalam hutan lebat, saya memang agak merasa keder juga, tapi saya tetap memperlihatkan sikap keyakinan pada isteri bahwa InsyaAllah kita aman, setelah beberapa jam kami rasa sudah mulai menurun dari bukit yang tinggi, jalan panjang terasa menurun terus, dan tiba-tiba kami melihat penjual bensin eceran diujung kampung, spontan saja saya berhenti dan langsung bertanya pada penjual "ada berapa litar pa?" oh tinggal 30 liter jawabnya, ya masukin semua pa jawab saya. Sambil saya bertanya-tanya tentang jalan di depan, jawaban orang itu membuat saya tersentak, karena dia menjawab yang bapak lalui tadi itu belum seberapa, didepan masih harus melintasi tiga atau empat pegunungan lagi, trus ... dimana ada pompbensin pa ...oouh nanti setelah di kota Palopo. Wouuuh tantangan berat, tapi saya harus lalui...bener juga, belum lama saya tinggalkan tempat bensin eceran itu ... jalan sudah mulai mendaki lagi...dan masuk hutan lebat .... jalan berkelok.... dan hujan deras pula.  Yang kami lakukan harus tetap jalan walaupun pelan, dan tak henti-hentinya saya perhatikan kiri-kanan jalan hanya soal jalanan longsor, sesekali saya perhatikan juga fuel indicator karena takut kehabisan bensin di dalam hutan atau di puncak.

Foto-7: Suasana desa dengan persimpangan jalan sepi tanpa petunjuk jalan


          Akhirnya saya sedikit merasa aman setelah masuk wilayah Sulawesi selatan, walaupun petugas pos mencegat kami, mereka hanya menanyakan dari mana dan mau kemana, di pos perbatasan tidak memeriksa apa-apa kecuali STNK, dan SIM. Kami sedikit merasa aman walaupun sudah lewat tengah malam dan hujan pun sudah mulai redah, dan kami tetap lanjutkan perjalanan .... terus melintasi hutan demi hutan, kampung demi kampung, walau sedikit bisa tancap gas karena jalan agak rata dan lumayan mulus. Sekitar   jam 4 pagi kami mulai agak pelan .... karena sudah mulai ngantuk dan capek, anak saya masih tidur pulas serasa tidur dirumah, pake AC dan susu tetap dibuatkan sesuai jam kebutuhannya. Setelah mulai terlihat kampung ramai saya agak berjalan pelan (sekitar 40Km/jam) sambil menikmati lagu-lagu Manado dari kaset (masih pake kaset pita saat itu), saya merasa lebih tenang lagi setelah mendengar azan subuh berkumandang, terlihat orang-orang desa menuju masjid, juga sudah banyak terlihat orang dipinggir jalan sedang menunggu angkot menuju kota Palopo, sampai di kota Palopo kami berhenti di pombensin besar, bahkan kami tidur dulu disitu sebelum mengisi bensin karena capeknya sudah sangat berat.

Foto-8: Peta jalan yang menuntun kami menuju Toraja dari Palopo yang Pendakiannya dahsyat


        Dari kota Palopo kami sedikit merubah rencana, kami tak lagi menargetkan segera ke Makassar, melainkan kami melihat-lihat jalan di peta dan mengumpulkan informasi bagaimana kalau belok arah menuju Tana Toraja. Selepas istirahat dan sarapan pagi di kota Palopo kami mulai lagi berpetualang, kami harus menuju pegunungan tinggi untuk mencapai Tana Toraja, bener juga dipagi hari yang cerah...kami mulai mendaki... dan berkelok-kelok mengitari gunung yang sangat indah, pemandangan yang luar biasa, jalan ber-susun-susun diselimuti dengan embun pagi, dipuncak paling atas kami lihat awan rendah malah di bawah kami, sesekali kami lihat airterjun... pemandangan hutan yang hijau lebat dipadu dengan biru bersihnya langit, dan bener juga kami tak tertahankan .... akhirnya kami mencari posisi parkir yang aman lalu menikmati pemandangan .... kami buat foto-foto kenangan ... wouuhhh sangat indah luar biasa. Kami tak boleh terlena ... kami tak sabar lagi ingin melihat-lihat ...Tanah Toraja ... kami masuk kota dan mencari-cari tempat wisata yang biasa di cari oleh turis-turis bule...kami sempat kesana ... dan bahkan dari jalan kami sempat lihat pesta orang meninggal sebelum dikuburkan, abis itu kami cari warung ... sebelum menuju Pare-pare..., setelah menikmati Toraja setengah hari, kami mulai lagi melanjutkan perjalanan.

Foto-9 & 10 : Tanah Toraja dengan rumah Tongkonan yang khas



    Dari Toraja ...Enrekang ....dan setelah Sidrap...lagi-lagi kami tak mau buru-buru pulang ke Makassar, kami menambah lagi perjalanan menuju Pinrang karena rasanya kami sudah lama tak mampir ke rumah kakak di Pinrang, akhirnya di Pinrang kami bersantai dan bahkan memang merencanakan menginap di rumah saudara, besok paginya kami sempat nyekar dikuburan ibunda, dan bahkan perjalanan panjang kami ini kami rubah menjadi  perjalanan kunjungan ke beberapa saudara, mampirlah kami dalam perjalanan, mulai dari Pinrang kota .... Pare-pare... lalu ke Pantai Kupa.... Palanro .... baru sorenya tancap ke Makassar ..... sampai di Makassar sekitar tengah malam .... dan masuk ke rumah Sudiang ...., suatu perjalanan panjang ..... seru .... penuh perjuangan ...... yang menempuh hampir 3000 kilometer.... wah cuaaaaapeeeeekkkkk sekali.

Bahar Ilyas. HF
Januari 2009

Selasa, 07 Februari 2012

Peranan IDSC (Indonesia Slot Coordinator)

Tugas ini sangat menantang, bagaimana menata ulang slot time yang selama ini sudah disebarkan untuk 7 (tujuh) bandara besar di Indonesia, penerbangan dari setiap airlines yang sudah mendapatkan slot sejak dulu dan kini sebagian besar sudah diterbangi, dampaknya adalah bandara CGK (Soekarno-Hatta) over limit, dari batas kapasitas idealnya adalah 54 pergerakan perjam (untuk 2 landasan) menjadi sangat padat karena kenyataannya movement-nya bisa mencapai 70-80 movements pada jam-jam tertentu, dampak negative-nya adalah banyak delay (penundaan), pemborosan bahan bakar pesawat, mengurangi kenyamanan bagi pilot yang bisa berdampak negative pada psikologis pilot dan bisa saja berdampak kepada safety,  kepadatan bandara oleh jejalan penumpang yang menumpuk pada jam-jam sibuk membuat bandara CGK ini menjadi tidak aman dan tidak nyaman. IDSC mencoba menata kembali slot-slot itu, yang akan berlaku pada tanggal 25 Maret 2012, dampaknya adalah penerbangan akan dikurangi pada jam-jam sibuk dari misalnya 70 menjadi 54, ada 16 schedules yang harus di-undur atau dimajukan, kendalanya adalah beberapa penerbangan  tak bisa di rubah-rubah karena ada rotasi pesawat yang harus diburu oleh airlines, adanya pembatasan jam operasi (operation hours) di beberapa bandara yang membuat airlines enggan merubah slot yang selama ini dia dapatkan. Kalau gitu kendala-kendala ini harus di-atasi bersama, walaupun dipastikan mengurangi kenyamanan dan bahkan mungkin terjadi penurunan pendapatan, tetapi demi keteraturan slot (terutama di bandara CGK dan SUB yang sudah over capacity) maka harus ada yang mengalah, kita mencoba men-drive pasar, bukan kita yang di-drived oleh pasar. Penumpang akan mematuhi kalau airlines tidak menjual tiket diluar jam-jam yang ditentukan. Oleh karena itu keberhasilan penataan slot ini harus didukung oleh semua stake holder demi kerapian jadwal penerbangan dan kenyamanan pengguna jasa, terutama safety yang selalu kita damba-dambakan. Ini baru langkah awal IDSC ! Indonesia harus maju terus demi perbaikan kehidupan bangsa !!!

Bahar Ilyas.HF
Manager Slot wilayah Timur