Halaman

Kamis, 28 Februari 2013

MENGUNJUNGI NEGERI AL-MAGHRIBI


Setelah menempuh perjalanan jauh dari Bandara Cengkareng Jakarta Indonesia, kami transit melalui Bandara Internasional Dubai, kurang lebih 21 jam total perjalanan dari CGK-DBX dan DBX-CMN, kami transit di DBX selama 3jam, DBX adalah home base dari maskapai Emirates, pesawat Airbus A330 “Emirates” yang kami tumpangi mendarat siang hari di Bandara Mohammed - V Cassablanca – Marocco. Karena acara registrasi yang sudah mau tutup sore harinya, kami segera cari alamat tempat kami kursus tentang "Aerodrome Certification", setelah pemeriksaan imigrasi dan custom di bandara yang begitu cepat dan ringkas, kami langsung menuju train station yang berada dalam areal terminal CMN lalu langsung naik kereta ke pusat kota Cassablanca, ternyata setelah kami sampai hanya berkeliling kota beberapa jam kami balik lagi ke airport karena ternyata kami akan ditempatkan di Hotel Atlas Airport.

Foto-1 ; Tampak depan "Atlas Aeroport Hotel"

Di Indonesia Negara ini dikenal dengan nama Maroko, namun nama aslinya dalam tulisan arab yang berbunyi sebagai “ Al-Maghribi”. Pemegang passport Republik Indonesia yang masuk ke Negara ini dibebaskan dari pemeriksaan visa (tidak menggunakan Visa Entry), dikarenakan Negara ini adalah termasuk Negara sahabat Indonesia yang sangat erat sejak jaman Presiden Soekarno. Bangsa Maroko adalah termasuk bangsa Arab oleh karena itu agama mereka mayoritas beragama Islam, namun kondisi social dan tradisi mereka termasuk model pakaiannya lebih moderat (tidak sama dengan bangsa arab lainnya yang ketat dengan cadar, karena itu cara berpakaian anak muda Maroko lebih dipengaruhi oleh gaya Perancis, hubungan kedua Negara (Maroko dan Perancis) sangat dekat oleh karena itu bahasa Arab dan Bahasa Perancis menjadi bahasa resmi di Maroko, bahkan banyak wanita mereka menikah dengan orang Prancis, oleh karena itu turis yang hanya mengandalkan bahasa Inggeris dipastikan banyak menemui kesulitan dalam berkomunikasi.

Foto-2 : Tampak depan Bandara Mohammed - V


Bandara Mohammed Hasan V Cassablanca, tidak terlalu besar tapi cukup ramai, namun yang saya perhatikan adalah lahan untuk pengembangan bandaranya sangat luas, karena setelah kami lama keluar dari terminal bandara (menggunakan taxi) baru kami lihat perumahan umum yang modelnya tidak berbeda dengan negara-negara arab lainnya (rumah yang berjendela kecil berbentuk kotak yang bertingkat 3 atau 4 dengan pola yang sangat padat),  Terminal bandara antara Domestik dan Internasional hampir bersambung dan tidak terpisah jauh, namun Terminal khusus untuk keluarga raja dan VIP terpisah cukup jauh dan bermodel Istana yang berada di tengah-tengah dengan akses jalan yang khusus. Kami sempat mencoba naik taxi gelap tanpa argometer, system tariff tawar menawar, kami naik saja setelah kami rasa tidak terlalu mahal, biar mahal juga masih pantas karena mereka menggunakan taxi Mercedes Benz yang sedikit berdebu. Sebagian US Dollar yang kami bawa sudah ditukarkan dengan Dirham, biar kami lebih mudah berbelanja.

Foto-3: Lahan Bandara Mohammed-V

Nampaknya semua instansi yang terkait dengan penerbangan berada dalam satu komplek dengan bandara, karena lahan bandaranya yang sangat besar, oleh karena itu tempat kursus yang kami ikuti juga berada tidak jauh dari bandara karena yang mengadakan kursus adalah ACI (Airport Council International) bekerja sama dengan pengelola Bandara-bandara di Marocco yang bernama ONDA (Office National des Aeroports) seperti PT. Angkasa Pura di Indonesia, begitu pula saat kami mengikuti kunjungan ke sekolah tinggi aviasi nasional Maroko (Civil Aviation Academy of Marocco) semacam komplek Curug-nya Maroko, sekolah ini juga berada dalam komplek yang tidak jauh dari Bandara Mohammed Hasan V, akhirnya kami pun menginap di Hotel Atlas Airport yang berada dalam areal yang juga dekat dengan bandara, namun sesekali kami main ke pusat kota Cassablanca yang cukup jauh dari Bandara Mohammad Hasan V, tapi tentu saja tidak menggunalan taxi yang cukup mahal buat kantong orang Indonesia, kami lebih memilih menggunakan “train yang bolak-balik antara bandara dengan “cassa de voyageurs” yang berada di pusat kota Cassablanca”.

Foto-4 : Cirikhas wajah wanita Maroko

Dari stasiun kereta tengah kota itu sudah dekat semua, kita bisa memilih taxi kecil yang kebanyakan mobil buatan Prancis yang mereknya “Renault” atau “Citroen” model city car seperti Toyota Yaris , dari situ kita bisa pilih tujuan untuk berbelanja di pasar-pasar turis Cassablanca atau ke Masjid Besar Mohammed Hasan II yang berada di pinggiran pantai kota Cassablanca. Yang perlu diketahui dari taxi city car itu ialah: jangan kaget jika ada penumpang lain yang ikut naik karena taxi itu model angkutan umum, isinya hanya 4 seat termasuk seat disamping sopir, kita tinggal nyebutin tujuan kita si sopir akan atur jalan mana yang dilalui, tentu saja si sopir akan memilih menurunkan penumpang yang tujuannya lebih dekat, oleh karena itu jangan kaget kalau anda penumpang yang bertujuan jauh pasti akan berputar dan bisa melalui satu jalan yang sama bisa berkali-kali dilalui.

Foto-5 Taxi angkutan umum khas Maroko


Sebagai orang Indonesia yang berwisata dinegara yang makanannya tidak sehari-hari makan nasi, disarankan untuk tidak cari nasi setiap hari, karena memang susah nyari warung dan restaurant kecil yang menyajikan nasi seperti di Indonesia, cukup nikmati kebab turki, atau stik daging yang memang lebih lezat, atau pilih roti yang tidak keras dan nyaman masuk di kerongkongan, nanti kalau cukup seminggu baru sesekali cari nasi di restauran-restauran yang besar, biar saja membayar sedikit lebih mahal tapi selera Indonesia kita terpenuhi.


Warga Maroko juga sangat ramah, kita bisa menegur siapa saja asalkan sopan dan memperkenalkan diri, tapi jarang sekali orang Maroko mengenal Indonesia, mereka lebih mengenal “Bali” yang katanya bertanya balik “Is it near Bali ?”, Wanita Maroko mayoritas berparas cantik dan berkulit putih, sepertinya mereka mayoritas campuran darah Arab dan Perancis, sebagian besar mereka berpakaian panjang model wanita Islam Moderen, tapi ada juga yang berpakaian terbuka seperti orang perancis tapi yang jelas mereka ramah dan mau diajak bicara, tapi kesulitannya adalah mereka lebih banyak berbahasa arab atau perancis, sangat jarang orang Maroko yang bisa berbahasa Inggeris, kecuali mereka terlihat  seperti orang sekolahan atau bekerja di airlines baik sebagai pramugari atau staf airlines, seperti yang sempat saya kenal  karena kebetulan satu row dalam kereta, ternyata dia bekerja di Yaman Air sebagai stewardess, dia sedang mau pulang kampungnya ke Marrakesh dalam rangka vacation, dia senang berkenalan karena dia merasa sama-sama bekerja di dunia penerbangan.

Foto-6: Menara Masjid Mohammed Hassan - II yang bisa terlihat dari kejauhan
Kota-kota yang perlu dikunjungi di Maroko adalah Cassablanca, Marrakesh, Rabat, Fez, Agadir di bagian Selatan dan Tangir di pantai paling Utara berbatasan Spain (Spanyol). Tatanan kota Cassablanca ini terlihat sebagai kota modern di Maroko, kita bisa mendapatkan tempat-tempat hiburan malam seperti pub, restoran besar yang menyiapkan “live music” atau cafĂ© yang terbuka sampai jam 3 pagi, tapi pusat pemerintahan Maroko berada di Kota Rabat, oleh karena itu hampir semua kantor Embassy Negara sahabat Maroko berada di Rabat termasuk kantor kedutaan Indonesia, kota kedua yang teramai adalah Marrakesh, tapi banyak lagi kota-kota wisata yang patut di kunjungi asalkan waktu kunjungan cukup banyak, karena letak antar kota-kota itu cukup jauh satu sama lain.

Foto-7. Pasar Turis di kota Marrakesh


Kalau kita perhatikan acara-acara di televisi nasional Maroko, mereka lebih banyak menampilkan nuansa Islam, setiap malam pasti ada pengajian atau tadarrus yang waktu tayangnya cukup lama, suara azan yang berkumandang setiap waktu sholat, hanya sedikit acara-acara yang terlihat acara music modern atau adegan-adegan modern terbuka, tapi sesekali terlihat tarian perut ala arab, musik-musik pengantar tentu saja banyak warna music arab yang didominasi gambus, rebana, dan sangat kental alunan music arabnya.  

Kondisi social ekonomi juga banyak mirip Negara berkembang, karena banyak juga pengemis dijalan-jalan dan pasar turis, walau mereka berpakaian bersih dan rapi, karena cuaca juga terkadang sangat dingin. Makanan yang paling sering kita temui adalah stik dengan daging yang bervariasi, bisa sapi, lembu, kambing, onta , biri-biri, kalkun, ayam atau daging ikan segar. Tapi yang jelas cukup enjoy berada dinegeri al-maghribi dengan segala cirri khasnya.

Bahar Ilyas
Peserta Kursus
Aerodrome Certificate
Di Cassablanca - Marocco

Selasa, 05 Februari 2013

Terbang melintasi "Batas Pertanggalan Internasional"

Setelah hampir sebulan melancong di negara Paman Sam (Uncle Sam) atau United States, negara besar yang saat ini dipimpin oleh Presiden Barrack Obama, sebenarnya banyak hal yang perlu saya tulis untuk kita pelajari bersama soal kemajuan kultur bangsa itu. Tapi untuk episode kali ini, saya tertarik mendahulukan soal pengalaman terbang melintasi "Batas per-tanggalan Internasional" atau yang dikenal dengan IDL (International Date Line), karena takut catatan kecil saya terhapus oleh data yang ada dalam tablet saya.
Saya berangkat dari Bandara LAX (Los Angeles) sekitar jam 12:30 waktu LA pada hari Senin tanggal 4 Desember 2012. Saya berada dalam penerbangan NH005 terbang menuju Narita -Tokyo, penerbangan ini  terlambat 35 menit lebih dari time schedule yang semestinya jam 11:55, keterlambatan ini sepertinya disebabkan karena ramainya bandara LAX. Pesawat Boeing B-777-300 milik ANA (All Nippon Airways) yang saya naiki berada di Terminal B yang begitu padat dan sempit, membuat kita push back sangat jauh sebelum memulai taxi menuju runway in-used untuk take-off.
Setelah kita taxi cukup jauh dan akhirnya pesawat kami bisa lolos dari keramaian antrian untuk terbang, setelah take-off pesawat kami terbang menuju kearah utara kira-kira heading 330 derajat menyusuri pantai barat Amerika Serikat, sepertinya memang karena demi safety penerbangan ini harus menyusur pantai benua Amerika dan pulau-pulau di utara (tidak mengarah langsung ke Tokyo yang semestinya ke arah South West). Karena itu kami bisa melihat kota-kota bagian pantai barat dari ketinggian karena cuaca sangat clear. Seperti kota San Fransisco dan beberapa Runway bandara yang cukup jelas terlihat dari kejauhan.

Setelah terbang beberapa jam, pesawat merubah arah  terbang ke arah barat lalu sedikit membelok ke South West, untuk menuju Tokyo. Saya duduk di seat sebelah kanan di bagian jendela, karena itu saya bisa lihat beberapa pulau besar di laut Pacific. Setelah kami terbang selama 06 jam 15 menit dari Departute Point, pesawat kami tepat melintasi garis meridian IDL, saya langsung amati layar monitor depan seat saya yang menunjukkan Longitude 179.52.00 W atau sama dengan 179.28.00 E pada Latitude 56.10.00 N, jadi bukan tepat pada 180 derajat. Cuaca diluar sangat terang dan tidak pernah gelap tapi tanggal berubah dari tanggal 4 Desember (Hari Senin) menjadi tanggal 5 Desember 2012 (Hari Selasa), padahal waktu local di daerah itu menurut monitor ini menunjukkan jam 16.45 (04:45PM).

Sebenarnya dari posisi tersebut, kami masih harus menempuh 04 jam 50 menit lagi baru sampai ke Narita - Tokyo, karena kita harus terbang selama 11 jam 15 menit baru sampai ke Narita. Yang paling menarik dalam penerbangan ini menurut saya adalah kami tidak pernah menemui malam (gelap) karena pesawat kami mengikuti kurva waktu terang (siang hari), setiap satu titik tempat yang kami tinggalkan menurut jarak terbang di peta monitor, satu jam kemudian tempat itu baru akan gelap, jadi seakan-akan pesawat kami terbang lebih cepat dari kecepatan matahari yang menyinari daratan bumi. Sejenak saya catat bahwa kami terbang dengan True Airspeed 901 Km/jam dengan didorong Tail Wind 64 Km/jam, jadi Ground Speed kami menjadi 965 Km/jam, padahal kita harus menempuh jarak sejauh 8900 Km dari LAX untuk mencapai Narita - Tokyo (Jepang).


Benar juga, kami mendarat di Narita pada jam 17.55 Local Time (sore hari Waktu Tokyo), satu jam kemudian baru mulai gelap (sun set), inilah yang terjadi mengapa penerbangan ini tidak menemui malam hari sampai mendarat di Narita. Sebenarnya penerbangan kami sudah sangat terlambat dari jadwal connecting flight kami untuk ke Singapore (terlambat hampir dua jam, mestinya menggunakan NH901 dengan jadwal 17:10 yang menggunakan pesawat A300-200 ANA), karena itu saya tergesa-gesa keluar karena takut ketinggalan pesawat. Begitu kami keluar dari garbarata terminal 1 dengan suasana yang sangat padat, benar juga nama saya beserta isteri sudah tertulis di counter ANA (connecting flight desk), kami mendapatkan pelayanan yang sangat ramah dan seorang gadis manis Jepang berpakaian seragam ANA mengantar kami ke tempat lounge ruang tunggu sambil memberitahu kami bahwa kami berdua sudah telat dan kami akan ditransfer ke pesawat Singapore Airlines. Kami memang cukup lama menunggu di Narita, tapi kami tidak kesal karena kami yakin aman dan tak perlu buru-buru lagi, kebetulan kami juga senang sekali karena pesawat yang kami naiki berikutnya adalah jenis pesawat baru yang lebih besar, pesawat ini adalah jenis Airbus A380- 600. Hanya karena kebiasaan kekhawatiran kami terbang domestik di Indonesia maka saya terpaksa menanyakan ke staf ANA apakah juga secara otomatis berpindah ke Singapore Airlines ? Karena saya gak yakin, maka saya tetap mencoba bertanya untuk memastikan kalau bagasi saya yang naik dari LAX itu akan mengikuti kami. Setelah saya lapor ke staf Singapore Airlines di Narita sebelum kami boarding, dia hanya meminta nomor label bagasi saya, dan hanya beberapa detik saja dia mengetik nomor itu kedalam systemnya lalu kemudian dia menyampaikan bahwa koper kami empat koli koper besar sudah masuk ke perut pesawat Airbus A380 itu dan anda juga gak perlu khawatir besok pagi naik pesawat Garuda Indonesia ke Cengkareng Jakarta dari Changi Singapore pasti barang itu otomatis diantar ke pesawat Garuda GA-823 yang anda naiki besok. Ummmhh .... kata saya ya : Oooh yaa thank you.